Rabu 21 November 2012 pukul 16.00 bertempat di depan LT(lecture theatre) Unhas sekitar 20 mahasiswa asyik berdiskusi membahas salah satu aset rakyat Indonesia. Apa itu? Tak lain tak bukan Minyak dan gas Bumi. Dialog pembebasan kali ini difasilitasi oleh saudara Okto Mahasiswa FMIPA angkatan 2012.
Acara diawali dengan pengantar oleh fasilitaor DP, okto. Dia menjelaskan potensi migas Indonesia mencapai 8000 trilyun rupiah. Jumlah yang 4 kali lebih besar dibanding utang Indonesia saat ini yang mencapai 2000 trilyun. Saat ini 80% sumur migas dikelola oleh asing. Inilah yang menyebabkan migas tidak memberi manfaat ekonomi untuk rakyat. Setelah memaparkan keadaan migas Indonesia fasilitator kemudian mempersilahkan para peserta untuk menyampaikan pendapatnya.
“Pangkal permasalahan pengelolaan migas Indonesia adalah demokrasi. Demokrasilah yang melegalkan pengelolaan migas oleh asing. Para anggota dewan membuat UU yang menguntungkan asing dan merugikan rakyat. Karena UU yang dibuat mengizinkan asing mengelola migas jadilah harga migas menjadi sangat mahal untuk rakyat” Ungkap Ikram, Kordinator agitrop GP Daerah Makassar.
Masri, ketua komsat GP Unhas menambahkan” Bahwa sebenarnya bangsa Indonesia bisa mengelola sendiri hartanya(migasnya). Indonesia punya banyak sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan asing. Pun kalau tidak ada SDM pemerintah bisa membayar jasa para tenga kerja asing. Mereka pekerja kita pemiliknya. Mereka kuli,kita majikannya. Seharusnya seperti itu” Salah seorang mahasiswa jurusan pertambangan yang hadir pada kesempatan ini mengaminkan apa yang dikatakan Masri” ya kita punya ahli dari teknik perminyakan ITB, mereka bahkan menemukan cara bagaimana “menghidupkan” kembali sumur minyak yang telah mati. Jadi tidak benar itu kalo bangsa kita dianggap tidak mampu mengelola migasnya”.
Sementara itu Abdul Wahid, aktivis LK Uswah yang dari tadi mengernyitkan dahi akhirnya angkat bicara.” Indonesia sebenarnya kehilangan opportunity cost jika migas dikelola oleh asing. Jika kita asumsikan bahwa pendapatan migas sebesar 8000 trilyun dan migas dikelola oleh negara dan keuntungan iasumsikan 50% dari pendapatan maka Indonesia punya kesempatan dapat 4000 trilyun tapi karena migas dikelola asing Indonesia kehilangan kesempatan ini. Kita Cuma dapat 1%. Cuma 80 trilyun. Anda pilih mana 4000 trilyun atau 80 trilyun? Pungkasnya.
Sementara itu ketua GP Wilayah Sulselbar, Arif Shidiq yang hadir pada kesempatan ini mengajukan pertanyaan mengenai bagaimana nanti mekanisme peralihan pengelolaan migas dari swasta ke negara.
Komentar terakhir akhirnya keluar dari Nur Ilman, aktivis GP Unhas. Dia menyatakan bahwa sebenarnya solusi tuntas permasalah migas Indonesia adalah dengan penegakan khilafah rasyidah. Negara adidaya yang akan mengelola migas sesuai syariah dan negara diharamkan mengambil keuntungan dari pengelolaan migas ini. Kalo sudah begini harga bensin dan LPG menjadi murah dan berdampak pada meningkatnya produksi barang dan jasa serta pertumbuhan ekonomi.Solusi penyerahan 100% ladang minyak adalah solusi parsial yang tidak akan memberi dampak signifikan pada rakyat karena di sisi lain rakyat masih hidup dibawah naungan kapitalisme demokrasi.
Sebagai tanggapan atas pertanyaan Arif, Dia menambahkan” Pengambil alihan minyak akan diambil paksa oleh negara. Manajemennya ketika tunduk pada negara tidak akan diganti dan produksi tidak akan terganggu tapi konsekuensinya adalah negara asing akan mengirimkan tentaranya sebagai balasan atas pengambilan paksa “harta rampokannya”.
Peserta akhirnya sepakat bahwa migas harus dikelola oleh negara dan diatur sesuai syariah Islam. Dan negara yang bisa melakukan hal ini Cuma daulah Khilafah Rasyidah.
If you Like This Article,Then kindly linkback to this article by copying one of the codes below.
URL Of Post:
Paste This HTML Code On Your Page:
Tags: Dialog Pembebasan