Banyak yang menganggap bahwa bulan Oktober adalah bulan Pemuda dan Bulan Tonggak Perjuangan dan Persatuan bangsa Indonesia. Betapa tidak, pada bulan tersebut tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda dan pelajar di seluruh penjuru Indonesia datang dan berkumpul untuk mengikrarkan sebuah sumpah setia pada tanah air pada Kongres II di Jakarta. Sumpah sakral yang mempunyai energi luar biasa dalam mempersatukan gerakan kepemudaan yang bersifat kedaerahan menuju gerakan nasional dalam berjuang melawan penjajahan Negara Imperialis Belanda. Sampai akhirnya, ikrar setia ini diklaim menjadi faktor pendorong dalam tercapainya kemerdekaan Indonesia.
Bagaimana dengan sekarang? Apakah ikrar, janji suci itu masih nampak tajinya? Apakah Indonesia sampai sekarang ini sudah merdeka? Indonesia yang telah merdeka kurang lebih 67 tahun, ternyata menyisahkan semangat persatuan yang telah luntur, sumpah pemuda menjadi usang. Kemerdekaan yang selama ini menjadi impian memang sudah terwujud secara parsial, merdeka fisik tetapi merdeka dalam menentukan dan bersikap tampaknya masih jauh dari harapan. Faktanya, Indonesia masih di dikte oleh banyak kepentingan asing. Itulah yang bisa kita lihat dengan mudah secara kasat mata bahwa kita (Indonesia) memang sudah merdeka secara fisik, dan memang penjajahan fisik telah pergi. Namun, ternyata penjajahan non-fisik masih mencengkeram kuat di seluruh sendi kehidupan; baik di sektor politik, ekonomi, sosial, budaya maupun kemanan. Keterpurukan bangsa ini tercermin dari angka kemiskinan yang tinggi, kasus korupsi yang menggurita, penegakan hukum yang bobrok, dekedansi moral, dan masih banyak lagi.
Sistem ekonomi yang Indonesia pakai adalah sistem ekonomi Kapitalisme, saudara sepersusuan dari paham Demokrasi-Liberalisme. Sistem ekonomi ini telah membuat kekayaan alam yang seharusnya dapat kita nikmati hasilnya, nyatanya hanya dikuras habis oleh negara asing lewat perusahaan-perusahaan multinasionalnya. Sebagai contoh yang sangat kontras dan dengan mudah kita lihat, tambang emas di Papua yang dikuasai oeh perusahaan asing Freeport milik Amerika dengan beberapa negara sekutunya (Kanada maupun Australia) adalah tambang emas terbesar nomor 3 di dunia, tetapi hal ini tidak memberikan buah kesejahteraan. Penduduk papua masih miskin, dan ber-koteka. Demikian juga kita tidak bisa menutup mata dengan tambang minyak di Cepu dan Natuna. Data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) masih tahun 2008, sebanyak 329 blok migas Indonesia dikuasai dan dieksplorasi dengan mudah oleh negara asing. Dalam bidang politik, lewat sistem politiknya Demokrasi, suasana politik kita lebih banyak diwarnai oleh Politik Dagang Sapi, menjual pasal demi kepentingan asing, korupsi menjadi trend (tidak lengkap rasanya kalau pejabat negara, wakil rakyat tidak korupsi). Dalam bidang sosial-budaya, kebudayaan hedonis sudah menjadi kiblat. Pemuda-pemudi kita lebih mencintai budaya Barat daripada misalnya mencintai budaya bangsanya sendiri yang katanya ramah. Melalui serangan 3 F; Fashion, Fun, and Food; pemuda-pemudi kita menderita penyakit konsumerisme, tingkat free seks dan aborsi berada pada tingkat yang mencemaskan karena kian tahun bukannya angkanya berkurang malahan semakin bertambah, kenakalan remaja, narkoba, fashion anti menutup aurat, tumpulnya daya kritis dan kekuatan pemuda/mahasiswa sebagai agent of change, mandul dalam gerak dan ide karena telah larut oleh ninabobo-an hedonisme.
Mengapa hal ini bisa terjadi ? Sebuah pertanyaan yang kemudian apabila terjawab akan menanggalkan identitas nasional kita. Sumpah Pemuda yang telah diikrarkan tiada lain adalah sumpah yang ber-background untuk bersekat-sekat dalam ikatan nasionalisme dan demokrasi. Nasionalisme yang tiada lain adalah isi dari sumpah pemuda memiliki banyak kelemahan. Nilai ikatan pemersatunya yang rendah dan lemah adalah permasalahannya. Ikatan nasionalisme, ikatan cinta tanah air lahir dari sebuah perasaan senasib dan sepenanggungan. Ikatan yang muncul di saat ada ancaman (baca: ancaman fisik) dari pihak asing atau penjajah yang ingin menaklukan sebuah negeri. Tetapi, bila suasananya aman dari serangan musuh atau musuh tersebut dapat dihalau, dilawan dan diusir dari negeri itu, maka sirnah pulalah ikatan dan semangat diantara mereka. Realitas seperti inilah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Ikatan nasionalisme adalah ikatan emosional dan bersifat temporer saja, muncul sesaat. Lihatlah betapa ikatan ini baru hadir di saat tarian atau budaya Indonesia di-klaim oleh negara lain yang notebene masih satu rumpun dengan kita. Ikatan ini baru menggema kuat di saat beberapa petak tanah Indoensia berusaha direbut oleh negara lain, ikatan ini secara faktual baru muncul disaat kita memperlihatkan bagaimana antusiasnya kita dalam bersorak mendukung tim-tim olaharaga kita dikancah Internasional sebagai supporter dan sedikit memperlihatkan rasa marah di saat tim-tim kita misalnya mengalami kekalahan.
Apabila kita telah mampu melihat kerusakan pada ikatan nasionalisme. Lantas ikatan atau semangat apakah yang sifatnya langgeng, tidak lekang oleh waktu, ikatan apakah yang nilainya sangat tinggi. Maka, apabila kita mampu berpikir secara cemerlang, maka jawabnya adalah ikatan ideologis yang ke depannya kami menyebutnya dengan ikatan Ideologis Islam. sebuah ikatan dan semangat pemersatu yang sangat kuat karena berlandaskan pada ideologi. Islam sebagai din yang sempurna lagi paripurna, mengajarkan persatuan sebagaimana disebutkan dalam salah satu ayat al-Quran: "Sesungguhnya kaum Mukmin itu itu bersaudara "(TQS al-Hujurat [49]: 10). Ikatan ideologis Islam diukur berdasarkan Islam atau tidaknya seseorang, jadi bukan berlandaskan wilayah, ras, bangsa, warna kulit atau pun suku tertentu.
Oleh : INDRAWIRAWAN
If you Like This Article,Then kindly linkback to this article by copying one of the codes below.
URL Of Post:
Paste This HTML Code On Your Page:
Tags: Tsaqafah