Dialogika - Makassar (20/02/2013). Rentetan kasus korupsi yang terungkap di negeri ini serta keterlibatan beberapa petinggi partai politik telah menyita perhatian banyak pihak, termasuk kalangan pergerakan mahasiswa. Hal ini pula yang mendasari Gerakan Mahasiswa Pembebasan Komisariat Unhas mengadakan diskusi panel DIALOGIKA edisi ke-8 yang mengangkat tema "Parpol : Penegak Demokrasi yang Pelaku Korupsi ?" bertempat di di pelataran Baruga AP. Pettarani Universitas Hasanuddin dan dihadiri tidak kurang dari 50 mahasiswa dari berbagai fakultas.
Diskusi panel yang menghadirkan pembicara dari KAMMI dan Gema Pembebasan Komsat Unhas ini dimulai pada pukul 16.15 waktu setempat dan berakhir pada pukul 18.00, dan dipandu oleh Rizal (Aktivis Gema Pembebasan Komsat Unhas) sebagai moderator. "Demokrasi sebagai sitem politik yang diadopsi oleh Indonesia tak bisa lepas dari keberadaan partai politik. Di indonesia parpol menjadi kunci utama bagi keberlangsungan demokrasi. Melalui parlemen parpol mampu berbicara banyak, pembuatan undang-undang dan pengawasan juga di lakukan oleh parpol yang ada di parlemen" ungkap AL Hajar (pembicara dari Gema Pembebasan) saat memulai pemaparannya.
Sedangkan Muhammad Fadly, pembicara dari KAMMI memulai pemaparannya bahwa "jika kita melihat dengan seksama maka akan kita dapati bahwa tidak satu pun partai politik yang menganjurkan anggotanya untuk melakukan tindak pidana korupsi". Al Hajar kemudian menambahkan bahwa apa yang terjadi dengan parpol hari ini sebenarnya karena buah dari demokrasi itu sendiri, sistem yang dari asasnya sudah cacat ketika meletakkan kedaulatan ditangan rakyat. Kemudian dengan mekanisme pemilihan dalam demokrasi yang mewajibkan popularitas (kampanye) sebagai syarat untuk meraih kemenangan akan memaksa setiap kompetitornya untuk mencari talangan dana yang tidak sedikit dan disinilah kehadiran para pemilik modal sangat berpengaruh.Membawa isu-isu demokrasi kedalam ranah diskusi memang selalu menarik, terbukti pada sesi tanya jawab hampir semua peserta berebut kesempatan untuk berbicara. Ada yang bertanya dan ada juga yang melontarkan pernyataan, seperti Ardilla mahasiswa FMIPA Unhas yang menyatakan bahwa "sudah saatnya kita mengucapkan selamat tinggal kepada demokrasi jika kebangkitan yang kita inginkan, karena mencoba menegakkan demokrasi ibarat menegakkan benang basah" ucapnya serius.
Diakhir kesempatannya, Fadly mengatakan bahwa "demokrasi adalah anugerah dari Allah swt yang diberikan untuk kita, karena dengannya kita bebas menyuarakan Islam". Namun jauh-jauh hari sebelumnya dunia telah membantah pernyataan tersebut. Francis, negara asal demokrasi melarang pakaian muslimah ditempat umum. Ataukah sebaliknya, seruan-seruan untuk kembali mendirikan Daulah Khilafah Islamiyah justru semakin gencar dinegara timur-tengah seperti Suriah yang katanya tidak demokratis. "Jadi, dibutuhkan Islam sebagai sebuah solusi fundamental untuk negeri. Karena kita menyadari bahwa kebobrokan negeri ini disebabkan kesalahan ideologi dan sistem yang diambil. Korupsi, suap, kebobrokan moral pejabat hanyalah turunan masalah. Sebaik apa-pun orang yang memasuki sistem ini pasti akan terjerembab dalam jebakan kekuasaan. Jika selamat dari jebakan pasti akan diasingkan dalam kekuasaan. Itulah wajah hipokrit penerapan demokrasi dalam kehidupan", jelas Rizal saat menutup diskusi tadi. [AM]
If you Like This Article,Then kindly linkback to this article by copying one of the codes below.
URL Of Post:
Paste This HTML Code On Your Page:
Tags: Dialogika